Minggu, 17 November 2013

Sedekah untuk Penghuni Trotoar

Pagi benar aku terbangun hari ini. Pukul 07.00 wib. Tak biasanya setelah semalaman menenguk segelas kopi dan beberapa kertas bertoreh rumus-rumus matematika. Hanya bermodal dua jam tidur, aku bersama teman, teman dengan satu lokasi tempat tidur, menuju salah satu cabang Bank di kampus. Tujuan, jelas yaitu mengoreh kembali rupiah yang semakin menipis.

Perjalanan ke kampus memakan waktu sekira 15 menit, melewati trotoar utama hingga trotoar kampus. beeberapa pengemis tak pernah surut kami temui. Tentunya dengan berbagai modus yang muncul. Ah, mungkin keterlaluan caraku memandang. Tapi memang benar, mereka layaknya pedagang yang punya stand sendiri. cukup menengegah tangan, recehan hingga kertas berfoto pahlawan di berikan.

Perempuan yang kuajak bergandeng ini, memang sungguh dermawan, setiap melewati pengemis dengan ringan tangan memberikan uang tanpa cuma-cuma. nilai rupiah yg cukup buatku untuk mengisi perut yang kerap kosong di siang hari.

Tapi lagi,aku tetap berbeda pendapat dengannya, beberapa pengemis pun kadang kuanggap tak layak duduk saja disitu... pemikiran yang kejam untuk ukuran orang miskin sepertiku... aku senang memberi, senang dengan berbagi, tapi entah mungkin karena keseringan melihat mereka rasa iba itu seakan lenyap. bahkan kadang kuanggap sebagai modus dari kemalasan. faktor X yang juga sering nginap dalam diriku.

ketidakadilan kadang tak berpihak, banyak beberapa orang yang mesti menanggung beban yang lebih berat di banding duduk diam saja disitu. berselimut teriknya matahari. Atau mungkin itu jawaban keputusasaan. Ya Allah, jika benar persepsi, hindarkanlah aku dari keputusasaan itu. Karena pemberian tanpa atas nama diriMu tak layak kumiliki..

Pemberian adalah sedekah, iya, sedekah. Apakah atas nama dirimu, atas nama ibah, atas nama kekayaan yang berlebih, atas nama keharusan, atau atas nama ketenaran. Tindakan yang hingga kini sulit kumengerti maknanya.

Menoleh sejenak tentang cinta

Perjalanan tentang kisah cinta menjadi hal yang tak pernah bosan untuk diceritakan, untuk disampaikan, dan untuk di agung-agungkan kepada orang lain. Itu yang saat ini terjadi pada diriku. merajut kisah asmara dengan orang baru saja kukenal tiga bulan yang lalu. Perawakan yang cukup dewasa dan sikap yang sangat perhatian yang kadang kuanggap over protected, but I like It... and then may be i'm feeling love...

Kadang kami memimpikan masa depan yang luar biasa indahnya, ya tentang kami berdua, bukan hanya tentang diriku juga tentang dia dan tentang kebersamaanku kelak. Padahal bertemu pun kami tak pernah. Semua terjadi begitu saja berawal dari seorang teman, berlanjut dari jejaring sosial Facebook (ini sangat buming saat ini), lalu Yahoo Messenger, dan kemudian telepon. Entah kapan kami akan bertemu. Namun demikian, tanpa berpapasan muka pun kami seakan-akan sangat saling mengenal. Mulai dari kesukaan,kebencian, kedukaan, kesenangan. Itu semua menjadi hapalan mati dipikiran kami berdua.

Tapi tepat hari ini, perasaan tiba-tiba saja berkecamuk. Ini mungkin bisa dikata penyelewengan, tapi tenanglah sayang, hati ini telah terabadikan untukmu. Dia mungkin sekeping masa lalu yang tiba-tiba muncul beberapa pekan terakhir ini. Seseorang yang dulu pernah sangat berharga. Terpecik kerinduan yang mendalam apalagi melihat album foto miliknya yang masih menyimpan foto diriku. Jelek sih, tapi ya ini mendebarkan jantung, dan tiba-tiba hanyut pada masa lalu yang indah dulu. Oh tidak. Dia terlalu dan tak pantas untuk kukenal saat ini. Lagi, dirinya hanya perlu kuingat dan kumaafkan. Itu update status yang sempat kau tanyakan Sayang, itu tentang dirinya. Tapi tak kukatakan padamu, takut kau terluka hanya karna seseorang yang tak perlu lagi dikenang.

Suara yang tiap hari kudengar, ya suara dirimu telah melupakanku pada satu lagi masa lalu. Satu short message tiba-tiba muncul di ponselku, saat kau menelpon hari ini. Dia yang kuanggap tidak ada, hanya karena komunikasi yang tak intens lagi. Dia tak kupedulikan lagi, sejak kau hadir. Kembali, dengan sebuah pesan singkatan namaku 'YH', dua huruf yang selalu dia jadikan simbol kepemilikannya terhadap diriku. tapi tak kupedulikan, aku terhanyut dengan kisah kita, kisah yang kita rajut tiap hari melalui suara. Kuakui ini hal yang tidak adil untuknya. Dia pernah menjadi malaikat untukku Sayang, Dia juga pernah sepertimu Sayang, selalu ada setiap saat. Dia selalu jadi orang baik untukku, dia adalah kisah yang pernah ada untukku. tapi tenang sayang, kau masih ingat kalimat yang pernah kuucapkan. "Yang lalu itu akan menjadi masa lalu, dan yang sekarang adalah langkah masa depanku"... Harapanku adalah kau menjadi teman abadi masa depanku kelak... Insya Allah

Bogor 18 November 2013


Terjerat Spanduk



Andai dompet bisa teriak mungkin dompetku dari dulu sudah berterik, bahkan mungkin kehilangan suara lantaran teriak tiada hentinya. Siang ini setelah pulang dari kampus, aku berencana mencari toko yang menjual beragam jaket parasut. Tujuan utama jelas untuk memiliki, apalagi ini menjadi idaman sejak jaman baholaaa. Namun apa dikata took yang kumaksud tak kutemukan, alhasil pulang tanpa jaket, dan berarti duit 300 ribu masih utuh di dompet.
Sesampai di rumah tiba-tiba teringat salon. Yaa benar, rencana B ke salon. Tanpa mengganti pakaian hanya menyimpan tas lalu beranjak menuju salon Ladies, salon tepat depan lorong kos-kosan ku saat ini. Pamplet depan tertulis facial untuk totok wajah Rp 35.000. Lumayan murahlah pikirku dalam hati. Tanpa pikir panjang, aku pun memasuki salon dengan santainya sambil memegang dompet hijau toska kusam yang satu-satunya barang bermerek yang kumiliki. “Teh, facial ya…” “Oh iya, pake ini teh..” pegawai salon yang berbadan mekar itu pun memberikan sesuatu. Ya sesuatu! Mau diapaain coba, awalnya aku mengira itu celana pendek, setelah kuperhatikan kok kayak rok, “ini untuk apa teh? Tanya ku pun polos, “ya dipakai teh, di sana ruang gantinya” “dipake???” “iyaa teh dipasang disini” ia pun memeragakan bahwa benda yang ia berikan itu digunakan sebagai pengganti baju, agar baju yang kupakai tidak terkena masker atau sabun muka. Padahal aku sempat berpikir berbeda… hhahha eng ing engg.
Menyenangkan berada di tempat milik jamuan wanita ini. Muka dipijat di totok dengan sempurna pelayanan juga, aduh sopan pisang euy… dan tiba saatnyamenuju kasir. Uang merah seratus ribu dengan bangganya kukeluarkan. “seger ya teh??”… “iya” jawabku santai. “jadi berapa teh?” “ Tunggu ya… dengan oxy spray ya teh.. hmm Facial 70.000 (Gubrak what!!!! 70 ribu spanduk di luar djenk 35 ribu! Maksudnya opooo??? Pikirku dalam hati) trus tadi pake serum tambah 50 ribu dan oxy spray 35.000…. semuanya 155.000 the” piuhhhhh ludes duit 155ribu …”teh gak ada uang lima ribuan”…. Yahhhh “ambil aja deh kembaliannya teh” hmmm ludess plus plus gue ketipu spandukk!!! Sialan….  
   Bogor, 14 November 2013


Salah Lagi


Benar, kesalahan itu karena di sengaja. Sudah tahu punya janji setelah sholat, bangunnya malah kesiangan. Astagfirullah… manusia memang tak luput dari salah… yaa saya salah Ya Allah.
Hari itu, Kak Hamda, tetangga yang tinggal satu Koh denganku di Bogor, berencana ingin ke pasar besoknya untuk membeli beberapa macam sayur. Dengan bangganya pun saya menawarkan diri untuk menemaninya. Apa dikata janji hanya menjadi janji. Bangun sholat subuh pukul 05:00 WIB bukannya bergegas, eh malah tidur. Mungkin efek kepala yang agak puyeng dan leher yang kaku. Tapi tetap saja itu alasan yang tidak berterima. Ini kesalahan yang selalu kuulang. Tak menepati janji. Alhasil, menerima jawaban ketus”orang mau pergi tanah abang!’. Bukan kata-katanya yang menusuk, tapi sikapnya. Bukan Kak hamda yang berucap, namun itulah yang membuat semua orang telah menyalahkan kemalasan, keteledoran, dan ketidakpedulian. Mungkin itu tiga kata yang tepat. Serasa semua kesalahan tertuju padaku.cBahkan sempat berfikir jelek dengan orang yang mengucapannya itu. Astagfirullah,  Yaa… seorang Anthy yang kerjaannya telat bangun, udah telat bangun malah langsung tidur trus berfikir tidak senonoh pula.
Hm, saya mau berubah Tuhan. Tidak mau lagi seperti ini. Semoga bisa, mulai hari ini… Bismillah…
Bogor, 16 November 2013 06:57

A Little Thing but Too Big, Back Again... It’s writing


      Beberapa hari terakhir ini semangat untuk belajar mulai redup. Entah kenapa, terlalu banyak beban pikiran mungkin. Tapi apa yang dipikirkan?? Lebih tepatnya terserang jatuh cinta. Fandy, orang yang hadir beberapa bulan terakhir ini. Dikenalkan oleh seorang teman, kawan lama tepatnya. Kepribadian yang bisa dikata cocok, atau saya yang merasa terlalu sepi, hingga saat dia hadir bagai meemecah gelap menjadi cahaya yang indah.
      Selama di bogor situasi seakan berubah drastis. Semuanya sayang! Pola pikir yang semakin dewasa, selalu mau membantu, lebih care. Tak pernah kurasa sekuat ini dalam hidup. Memikirkan solusi masalah dengan cara sendiri kadang itu terlalu bijak untukku. Atau mungkin perasaanku saja ya…
Selama di bogor lebih sering masak, penting rasanya untuk menikmati karya sendiri. Padahal kalau mau dikata saya tipe perempuan doyan shopping, doyan makan di luar, pokoknya doyan foya-foya, tapi bogor mengubah segalanya.
Hidup itu dijalanin ikhlas banget. Terima kasih Tuhan. Alhamdulillah. Mengenal banyak orang dengan perilaku yang luar biasa. Anak2 kos yang mengajarkan akidah.sholat  tepat waktu, berkata sopan, peduli, tak pernah kurasa kesyukuran yang teramat indahnya. Teman-teman kampus dengan segala tipe kecerdasan yang luar biasa.
       Mungkin ada kalanya masa drop itu tiba dan ketika itu tiba saya telah siap, siap untuk menerima semuanya degan ikhlas. Tapi kembali lagi akhir-akhir ini semangat itu mulai memudar. Semangat belajar yang awalnya sangat menggebu-gebu itu hilang. Banyak hal yang bercampur aduk. Ah bukan! Lebih tepatnya terlalu menganggap enteng apa yang ada di sekitar. Astagfirullah. Mungkin akibat terlalu bnayak bicara, terlalu banyak ketawa, kesenangan tiada tara memang terkadang membuat kita lupa. Lupa untuk apa aku disini. Bahkan kali ini aku lupa kalau diriku hanya perempuan perantauan. Tahu dirilah Anthy.
Saya rindu menulis. Ini tulisan yang pertama semenjak di bogor, ah bukan! Ini tulisan pertama semenjak vakum dari kesenangan diri sendiri. Bogor terima kasih,
Bogor, 13 november 2013